Review Melahirkan di RSIA Puri Bunda Malang

Halo, Assalamualaikum. Nggak kerasa Han2 udah 3 tahun aja. Udah waktunya punya adek (?). Hehe, belom ya. Tapi ada beberapa kerabat yang akhirnya hamil anak kedua dan sempet tanya pengalamanku melahirkan di RSIA Puri Bunda Malang tahun 2019 lalu. Mumpung alias selagi memorinya belum ketimpa sama momen melahirkan yang lain, mari kita tulis saja.

Tulisan ini murni pengalaman pribadi penulis yang dialami pada tahun 2019 dan bersifat subjektif.

Profil RSIA Puri Bunda Malang

Mengutip pada website RSIA Puri Bunda Malang, rumah sakit bersalin ini berdedikasi untuk merawat pasien dengan sopan santun dan penuh perhatian seperti ibu yang merawat anaknya, juga berusaha melakukan pelayanan yang cepat tepat serta terjangkau dengan tetap mengutamakan keselamatan, kesembuhan serta kepuasan pasien.

Rumah sakit yang terletak di Jl. Simpang Sulfat Utara No. 60A Kota Malang ini memiliki banyak dokter spesialis dan fasilitas mendukung yang bisa dicek di websitenya ya. Hehe. Untuk websitenya cukup jelas, update, dan informatif. Membantu sekali untuk kita para masyarakat awam yang mau cari tahu informasi tentang rumah sakit ini. Kalau dulu hanya ada jadwal dokter aja, jadi kalau mau tau misalnya tentang konselor laktasi, senam hamil, harus tanya lewat telepon. Tapi tanya lewat telepon pun dijawab dengan jelas kok.

Untuk fasilitas booking periksa via Whatsapp juga memudahkan sekali. Kalau dulu harus datang atau telepon pagi dulu. Ribet. Makanya menyerah aku waktu mau nyoba periksa kandungan disini. Pasiennya gercep semua jadi kuota sering full kalau mau periksa ke dokter kandunganku. Jadi aku periksanya langsung ke praktek dokternya.

Untuk failitas umumnya ada tempat parkir yang cukup luas di bagian belakang. Di sebelah parkiran ada kantin, jadi kantinnya terpisah dengan ruang rawatnya. Ada IGDnya di bagian depan. Selain itu didepan IGD juga ada ATM BRI. Di sekitar rumah sakit, lebih tepatnya di sebelah kirinya ada Indomaret dan di seberangnya ada Alfamart. Di sekitaran situ juga ada banyak warung makanan.

Alasan Memilih RSIA Puri Bunda Malang

Baiklah, jadi alasan utama aku pilih disini karena yang pertama tentu saja dokter kandunganku praktik disini. Kenapa kok gitu? Apa kalau kita kontrol sama dokter A harus lahiran di RS dokter A praktek? Biasanya sih gitu, karena dokter yang kita pilih untuk kontrol rutin diharapkan tahu riwayat kehamilan kita jadi bisa membantu persalinan juga. Kan niat kita milih dokter kandungan buat bantuin kita melahirkan, kan?

Tapi ada juga yang selama hamil periksanya ganti-ganti dokter. Nggak masalah. Namanya cari dokter kan kayak cari jodoh (eh?). Kenalan dulu, kalau suka lanjut, nggak suka cari yang lain. Kalau aku ganti dokter sampai 4x. Yang pertama karena masih di Flores. Yang kedua karena mau ke dokter yang aku mau tapi ternyata kuotanya abis, jadi akhirnya pilih dokter yang kosong. Ini sampai 2x percobaan dan berbeda dokter semua. Baru deh yang terakhir berjodoh periksa dan cocok, kontrol terus sampai lahiran.

Jadi, biasanya kalau kita mau melahirkan bakal ditanya siapa dokter kandungannya. Kalau bisa dihubungi dan bantuin, ya bakal berjodoh. Tapi semisal dokternya lagi nggak bisa (misal keluar kota, lagi bantu persalinan lainnya, dll), mau nggak mau ya harus manggil dokter lain. CMIIW (Correct Me If Im Wrong).

Alasan kedua, tentu RSIA Puri Bunda Malang ini termasuk salah satu rumah sakit yang deket dari rumahku. Jadi semisal ada tanda gawat darurat, bisa lebih cepet nyampenya. Ya kan tahu dong Malang sekarang macet, mau kemana-mana agak lama.

Alasan ketiga, RSIA Puri Bunda Malang punya fasilitas yang lengkap. Jadi kalau ada apa-apa bisa ditangani dengan cepat. Prioritas utama tetep keselamatan ya.

Alasan keempat, rumah sakit ini menerima BPJS dan asuransi lain. Walaupun tidak BPJS pun biaya melahirkan disini juga terjangkau sekali. Untuk persalinan normal tanpa komplikasi, biayanya mulai dari 2,85 – 5,9 juta dan persalinan caesar mulai dari 6,5 – 11 juta (Data: 2019).

Tarif pelayanan di RSIA Puri Bunda Malang
Tarif kamar rawat inap di RSIA Puri Bunda Malang

Review Fasilitas

Nah, kebetulan BPJSku kelas 2 yang mana di sini adalah ruangan Dwarawati dan Dewi Madrim. Walaupun ruangannya kamar sendiri tapi kamar mandinya di luar, sedangkan kelas 1-nya kamar mandi dalem. Beda dengan Melati Husada (tempat mbakku melahirkan) yang mana kalau nggak salah minimal harus VIP kalau mau sendirian karena kelas 1nya pun berdua dalam 1 ruangan. Jadi kalau mau naik kelas pun di Puri Bunda nggak banyak nambahnya ya kalau pakai BPJS untuk dapet ruangan sendiri dan kamar mandi dalem. Kalau Melati Husada, harus naik berapa tingkat kan. Ada air panasnya juga, jadi nyaman banget.

Untuk fasilitas IGDnya, standar pada umumnya ya. Cuma aku kurang sreg aja sama bentuk IGDnya. Mungkin demi kefisiensian ya, jadi emang pintu IGDnya deket banget sama bed atau ranjang tidurnya (sekitar 2 meter). Jadi pintunya buka langsung bisa kelihatan ranjangnya berjejer ke kanan kiri. Tapi nggak enak aja kan kalau kita misal lagi berbaring tapi kelihatan dari luar. Walau ada tirainya, tetep aja kalau keluar masuk kan bula tutup tirai juga.

Kemarin waktu aku ke sini untuk cek pembukaan, aku diminta untuk berbaring dengan tanpa celana di ranjang yang agak di kanan pintu. Jadi dengan posisi aku rebahan, pintu IGD di sisi kaki aku. Kebetulan tirainya agak rusak, jadi nggak bisa menutup sempurna di bagian pojoknya. Orang lalu lalang bisa kelihatan di sela-sela sekitar 10 cm, dan bisa kelihatan langsung pula ke arah pintu. Jadinya aku minta Mama untuk megangin tirainya selama diperiksa. Mungkin untuk orang lain ini hal yang biasa, tapi enggak ya buat aku. Secara privasi harusnya no 1 demi kenyamanan pasien. Semoga sekarang sudah nggak ada kekurangan minor ini.

Untuk pelayanan di IGD standar bagus ya, nggak yang bagus banget atau yang jelek banget. Jadi setelah cek dalam, aku diminta untuk dicek detak jantung bayi. Hasilnya dikonsultasikan ke dokter kandunganku via telepon. Dan ini yang lama banget, mungkin sekitar 2 jam sampe aku kelaperan dan ngemilin kurma (cek cerita melahirkanku). Sampai akhirnya aku diminta untuk nunggu 4 jam lagi untuk tes ulang sambil rebahan dan pake oksigen di ranjang yang berbeda, lebih ke dalam jadi lebih nyaman nggak deket pintu. Mungkin kalau untuk tindakan cek aja diminta di ranjang yang deket pintu ya, karena aku pindah ranjang waktu oksigen.

Perawat di IGDnya cekatan waktu ketubanku tiba-tiba pecah. Bisa dihitung dalam waktu beberapa menit dari waktu aku diminta buat cek dalam lagi (ngecek pembukaan), berbaring miring lagi setelah Mamaku beli underpad buat alasku, pasang infus, tes alergi, dan duduk di kursi roda untuk ke ruang bersalin. Yang aku inget semuanya cepet gitu aja.

Begitu sampai di ruang bersalin, disini mulai kerasa sepinya. Nyaman sih nggak serame di IGD, jadi bisa fokus sama kontraksi. Seperti ruang bersalin pada umumnya ya, jadi yang mau melahirkan akan saling mendengar satu sama lain disini. Ranjangnya aku kurang tahu ada berapa, tapi yang jelas kamar mandinya cuma 1 di sini. Jadi kalau rame ya harus antri pastinya. Kekurangannya di sini sudah aku tulis ya di pengalaman melahirkanku.

Besok paginya pindah ke kamar rawat inap dengan duduk di kursi roda dan didorong sama petugasnya laki-laki. Ruangan kelas 1, dengan fasilitas AC, TV, rak panjang, kursi dengan bantalan tipis panjang (cukup untuk tidur pendamping), ruangan yang cukup luas, kamar mandi ada di ruangan terpisah, air panas untuk mandi, dan tangga untuk naik ke ranjang. Bagiku nyaman ya. Kekurangannya mungkin di ranjangnya. Kasurnya kasur standar rumah sakit dari busa, dan itu njeglong. Apa ya bahasa Indonesianya. Ya kasur yang lama dipake akhirnya ambles gitu di bagian pantatnya. Aku pikir apa emang gitu soalnya kalau habis melahirkan biar nggak terlalu tertekan. Positive thinking lah waktu itu.

Kursi pendamping, semisal banyak tamu bisa duduk di luar.
Ruangannya lega, ada lemari juga bisa buat meja
Pintu menuju kamar mandi. Masuk ke sini ada pintu kamar mandi di sebelah kiri (itu kelihatan ya tembus di bagian kiri)

Sebenernya agak sungkan ya mau foto, soalnya di dinding banyak tulisan dilarang mengambil gambar. Tapi momen ini nggak akan terulang kan.

Untuk perawat di bagian kamar rawat inap juga cukup komunikatif dan informatif. Biasanya akan ada perawat (laki maupun perempuan) akan mengetuk pintu kamar dan memberikan infomasi apapun itu. Misalnya kapan bisa mengambil bayi dari ruang bayinya, minta baju ganti untuk bayinya, atau sekedar informasi kapan dokter akan melakukan visit atau waktu check out dari rumah sakit. Meminimalkan resiko bising kalau pake telepon mungkin ya.

Awalnya aku diminta untuk check out sore itu. Aslinya kaget ya, baru juga masuk ke kamar masa udah diminta pulang hari itu juga, karena memang jatah untuk melahirkan normal hanya 2 hari yang artinya dihitung sejak sore di IGD. Ya wes lah artinya bisa ndang pulang, jadi semua bisa istirahat lebih nyaman di rumah. Tapi kemudian direvisi untuk pulang besoknya.

Untuk pelayanan di bagian administrasi, kata si Koko juga gercep dan infomatif. Semuanya dilayani dengan baik, apalagi untuk mendaftarkan bayi ke dalam BPJS juga dilakukan di hari itu juga. Surat Keterangan Lahir juga dikasih di hari itu juga, jadi usahakan sudah menyiapkan nama lengkap si kecil ya. SKL ini digunakan untuk membuat Akta Kelahiran, Kartu Identitas Anak, dan masuk ke dalam Kartu Keluarga yang mana ini dilakukan di kantor kelurahan masing-masing ya. Selain itu juga akan dikasih kertas bebas parkir, jadi kalau misal mau bolak-balik keluar RS nggak perlu bayar parkir selama rawat inap disana.

Makanan disini hanya untuk pasien ya, dapat 3x makan. Rasanya enak kok dan lengkap sama snacknya. Kadang buah, puding, kue basah, enak semua tapi. Awalnya agak sangsi, biasanya makanan rumah sakit biasa aja kan. Tapi waktu nyoba, eh enak lho. Kayak makanan rumahan tapi yang masak udah ahli gitu. Apa karena aku habis melahirkan ya, menguras energi jadinya lahap. Kalau untuk pendamping, makannya bisa ke kantin atau beli online.

Jadwal mengambil bayi pagi dan sore setelah dimandikan. Menjelang siang bayi diantar lagi dan sorenya bisa diambil lagi. Cuma waktu sore, bayi diinapkan di kamarku sampai besoknya. Paginya bayi diantar lagi ke ruang bayi untuk dimandikan lagi sebelum check out.

Dokter yang visit menanyakan kabar dan beberapa pertanyaan seputar kondisi saat itu. Waktu ditanya sudah keluar ASInya, aku jawab belum. Dengan sopan Beliau meminta ijin untuk memencet PD dan, cuuuurr, keluar boook ASInya. Nggak ngerti ternyata gitu caranya. Haha. Antara malu, takjub, dan bangga. Akhirnya dokter bilang tetap diminumkan ke bayi aja biar merangsang produksi ASInya. Kemudian Beliau pamit.

Besoknya setelah siap untuk pulang, aku dan Mama mampir ke ruang bayi untuk menjemput si bayi pulang, sedangkan si Koko pergi ke loket pembayaran untuk melunasi jika ada biaya tambahan (kebetulan karena aku naik kelas, jadi nambah 500 ribu). Di ruang bayi nanti kita dikasih brosur tentang perawatan bayi baru lahir sambil dijelaskan juga. Disini juga ada konsultan laktasi kalau mau konsultasi juga bisa. Disini aku melihat ada kendi berisi ari-ari berjejer. Oh iya, kendinya ini dikasihkan di hari aku masuk ke ruang inap ya. Jadi fresh udah dikembalikan.

Selesai menjemput si bayi Han2, kami mampir dulu ke lantai 2 bagian teras untuk menjemur Han2 karena kebetulan cerah dan matahari bersinar dengan hangat. Setelah beberapa waktu karena kesiangan dan mulai panas, kami akhirnya memutuskan untuk pulang ke rumah.

Jadi sekian reviewku tentang melahirkan di RSIA Puri Bunda Malang. Kalau secara keseluruhan aku kasih 8 dari 10 poin. Kalau ditanya mau nggak melahirkan di sini lagi? Jawabku MAU.

Semoga tulisanku bisa membantu kalian para mom-to-be atau mom sekalian tentang gambaran melahirkan di RSIA Puri Bunda Malang. Terima kasih.

Leave a comment