Han2 Birth Day Moment

Postingan ini mungkin mengandung detail yang mungkin dapat mengganggu beberapa orang yang membaca. Jika Anda termasuk, silahkan close dan skip.

Yak, ini adalah postingan yang paling aku tunggu. Lho, kok malah yang nulis yang nunggu. Iya, soalnya momen melahirkan kemarin bener-bener momen yang indah banget. Walaupun emang setiap kelahiran pasti merupakan momen yang nggak akan terlupakan ya, tapi jujur kemarin Alhamdulillah momennya luar biasa (vibe positif ya…)

Minggu 38

Baiklah, memasuki minggu ke 38 udah waktunya kontrol lagi. Dag dig dug sih sebenernya soalnya masih belum ada tanda cinta dari dd. Minggu sebelumnya waktu kontrol udah dikasih tau sama dokter kandunganku kalau sampai minggu depan masih belum ada tanda cinta, mau dikasih obat perangsang melahirkan. Udah ngeri duluan kalau disuruh minum obat perangsang, takutnya kayak induksi yang katanya sakit minta ampun gara-gara kontraksinya dipercepat. Alhasil aku tiap hari, rutin sebelum tidur malam, sounding dulu alias ajak ngobrol dd di perut buat lahir di minggu ke 38. Sebenernya aku udah bilang ke dd jauh sebelumnya, bahkan sejak trimester 2 buat lahir seminggu setelah Papinya cuti. Walau Papinya cuti sebulan, tapi kami sepakat buat minta ke dd lahir di awal cuti aja biar bisa ketemu lama. Soalnya setelah cuti selesai kan harus ditinggal lagi sama Papinya merantau. Huhu.

Baiklah kembali ke cerita. Di minggu ke 38 kontrol ke dokter kandunganku dan sudah bisa ditebak, aku diresepin obat perangsang. Mungkin karena upaya induksi alami belum membuahkan hasil, makanya dikasih induksi tambahan. Sebenernya aku nggak anti-anti amat sama induksi tambahan, cuma aku agak ngeri aja gimana efeknya. Udah males buat googling, nanti yang ada malah tambah kepikiran. Jadi yowes lah obatnya aku tebus dan bawa pulang. Katanya harus diminum mulai malam harinya. Baiklah yang penting dibawa dulu aja.

Fyi, induksi alami apa aja yang udah aku lakukan? Bisa cek disini.

Begitu hari sudah malam, aku udah capek dan ngantuk, jadi obat pun nggak keminum.

38 minggu 1 hari

Pagi hari si Koko ngajak buat jalan-jalan pagi. Aku paling bahagia kalau bisa jalan-jalan pagi ditemenin suami. Apalagi aku bilang kalau perut makin kenceng waktu jalan malah bagus bisa merangsang tanda cinta, bikin si Koko makin semangat buat ngajak jalannya. Akhirnya sama si Koko diajak muter-muter perumahan sampai 4,68 km!!! Hampir 5 kilometer. Sepanjang jalan-jalan bawaannya hepi, kayak ngedate berdua gitu, eh bertiga ding. Waktu perut kenceng, aku tetep usahain jalan cepat terus. Kalau kata bidan Yessie (bidankita.com) namanya power walk, jadi tetep jalan cepet walau terasa kencang untuk merangsang pembukaan. Karena pada dasarnya si Koko kalau jalan kan cepet tuh, jadi lebih enak lagi soalnya kayak jalan di treadmill tapi sambil jalan-jalan.

Selesai jalan pagi, tiba-tiba terasa nyeri di daerah selangkangan. Aku pikir gara-gara terlalu semangat jalan paginya jadi bikin ‘njarem’ atau pegal setelah olahraga. Padahal kalau baca-baca pengalaman orang, ini termasuk salah satu tanda cinta, lho! Tapi karena aku nggak ngeh, aku masih lanjut sorenya datang ke acara launching buku karya temenku (Selaksa Cinta, reviewnya aku tulis terpisah ya). Selama acara, emang masih nyeri kalau dibuat jalan. Tapi aku tetep paksain tuh, naik turun tangga pula. Ruar biasah.

38 minggu 2 hari

Pukul 00.05

Kegiatan rutinku sejak trimester 3 adalah bangun dari tidur untuk ke kamar mandi. Emang ya hamil tua bikin tidur lebih terganggu. Walaupun sebelum tidur udah ke kamar mandi, tetep aja tengah malam kebangun juga.

Malam itu aku juga kebangun untuk pip, dan aku menemukan flek darah. Flek disini adalah seperti darah bercampur air, jadi ibaratnya kayak kita tetesin cat air di kain putih terus kita tetesin air. Jadi bekas cat merahnya ada di sekitar pinggir bercak air. Antara seneng, deg-deg-an, dan khawatir campur aduk. Tanda cinta selanjutnya udah muncul! Baiklah dalam waktu dekat bakal ketemu sama si dd, yeaaayyy. Aku berusaha untuk tidur lagi, mengumpulkan tenaga.

Begitu bangun tidur, aku menemukan flek lagi. Kali ini lebih ke darah merah, mirip darah haid tapi keluarnya nggak konsisten kayak darah haid. Kalau ini bisa keluar setiap 10 menit, 5 menit, terus 30 menit. Kayak konpal gitu. Akhirnya aku memutuskan untuk pakai pembalut, soalnya kok lelah nyuci celana terus. Sempet khawatir ini pendarahan apa soalnya aku tanya kakakku dan sahabatku, mereka nggak inget kalau pernah mengalaminya juga. Ya mungkin ini karena kondisi kehamilan tiap orang beda ya. Sepanjang hari itu aku pendarahan, tapi nggak sebanyak kayak haid sih. Cuma dikit-dikit. Daripada khawatir sendiri, akhirnya aku menenangkan diri dengan goyang-goyang diatas gymball. Karena kata bidan Yessie, jangan terlalu cepat pergi ke provider (RS bersalin/bidan) kalau kondisi nggak urgent (misal pecah ketuban). Jadi aku tetap main gymball, siapa tahu emang bermanfaat untuk proses persalinannya nanti. Kata kakak dan sahabatku, kemungkinan emang udah mau melahirkan, tapi karena anak pertama biasanya makan waktu seharian baru lahir. Oke lah, berarti kemungkinan paling cepet besok lah ya lahirnya. Sambil tetep tenang dan goyang-goyang, aku senyum, bayangin gimana hepinya mau ketemu si dd. Biar hormon oksitosin keluar nih, yang katanya bikin lancar persalinan. Kontraksi masih palsu alias belum konsisten. Jadi semakin yakin baru besok lahirannya.

Tapi ya karena pendarahan ini yang masih jadi pertanyaan, agak nggak tenang hati ini. Akhirnya aku bilang ke Koko kalau sore mau cek aja ke RS. Kalau pembukaan baru awal dan disuruh pulang dulu, lanjut aja ke mall buat jalan-jalan lagi sekalian cuci mata. Melakukan hal yang menyenangkan dulu sebelum ‘dipingit’.

Setelah mandi (btw aku sudah mencukur rambut bawah dari beberapa hari yang lalu, biar bidan dan dokternya lebih nyaman aja waktu memantau nanti waktu lahiran), aku pakai baju dress yang longgar dan jilbab instan. Aku saranin waktu lahiran kalian yang berjilbab pakai jilbab yang blusukan ya biar nyaman dan nggak rempong benerin jilbab. Karena nanti kita akan di posisi tiduran, yang mana kalau pakai jilbab yang berpeniti, repot kalau jilbabnya miring-miring dan menghalangi pandangan padahal kita lagi fokus sama kontraksi. Baju juga yang nyaman dan longgar. Kalau perlu yang bukaan depan semisal tempat melahirkannya nggak menyediakan baju untuk bersalin. Kalau aku kemarin pakai baju sendiri, jadi lumayan merelakan legging sama baju untuk berkotor-kotor ria. Dan jangan lupa bawa kantong plastik untuk baju kotornya ya.

Kami berangkat bertiga dengan Mama mertua. Sesampai di RS, aku langsung ke bagian UGD ditemani Mama mertua. Setelah cerita keluhan pendarahanku, perawat akan melakukan cek dalam dan meminta aku untuk melepas celana kemudian berbaring di kasur. Waktu aku lepas, ternyata aku menemukan gumpalan merah sebesar ujung jari. Awalnya aku agak kaget dan khawatir, tapi kemudian aku ingat, sepertinya ini adalah bloody show. Setelah dicek dalam, ternyata udah pembukaan 1. Cek dalam nggak semenakutkan kata orang-orang yang katanya sakit kok. Sebenernya yang bikin tegang bukan karena cek dalamnya, tapi karena suasananya aja. Intinya kayak malam pertama aja, jangan tegang, rileks, dan tarik nafas panjang.

Selanjutnya dicek echo, cek detak jantung janin dalam perut. Hasilnya dikonsultasikan ke dokter kandunganku via telepon. Nunggunya lama banget sekitar 2 jam. Karena agak lapar, jadi aku ngemil kurma yang aku bawa dari rumah. Serius aku sore itu lapar banget padahal udah makan siang juga. Untungnya aku bawa kurma karena selain sebagai pengganjal perut juga bermanfaat untuk stamina waktu melahirkan. Sekitar jam 5 sore, hasil konsultasinya adalah aku harus nunggu lagi tapi tiduran di kasur dan dikasih oksigen sambil ditunggu 4 jam kemudian untuk dilakukan tes echo ulang plus dicek pembukaan lagi.

Waktu lagi oksigen, tiba-tiba aku pengen ke kamar mandi untuk pip. Bangunlah aku dari tiduranku. Begitu turun dari kasur, tiba-tiba aku ngerasa kayak mengompol tapi nggak bisa aku tahan. Ternyata ketubanku pecah. Akhirnya aku disuruh baring lagi sama perawat sambil dialasi underpad. Kebetulan si Koko lagi pulang buat ngerjain kerjaan kantor. Mama mertua langsung telepon dan suruh si Koko datang.

Begitu perawat ngecek, ternyata udah nambah pembukaannya (aku lupa udah 2 atau 3 gitu). Sambil nunggu si Koko nyampe, perawat masang alat untuk masukin infus di tanganku sama dikasih gelang pasien. Selain itu juga ada perawat yang ambil darahku sama cek alergi. Begitu si Koko nyampe, diminta untuk urus administrasi sekalian booking kamar karena katanya udah mau melahirkan. Wuiihh, denger gitu langsung deg-deg ser. Aku berusaha untuk tetap tenang dan positive thinking udah mau ketemu si dd. Sambil bilang dalam hati, ajak ngobrol si dd, elus-elus perut, senyam senyum. Disini aku masih bisa update instagram tentang kegiatan launching buku kemarin sambil mulai merasakan kontraksi asli yang masih ringan, masih bisa disambi. Kontraksi asli itu kontraksi yang konsisten jaraknya semakin lama semakin dekat jaraknya.

Dan aku merasa lapar. Lagi.

Kurma yang udah aku makan (sekitar 7 butir) nggak menutup rasa laparku. Minta Mama mertua deh buat beliin roti sama minuman isotonik. Baru nyemilin 1 potong roti sobek, eh udah disuruh pindah ke ruang bersalin. Ya sudahlah, walau masih terasa lapar tapi lumayan mengganjal. Duduk di kursi roda, dan dibawalah ke ruang bersalin.

Aku pikir ruang bersalin tuh kayak gimana, taunya ya kayak UGD, kasurnya ada sekitar 3 atau 4 dan disekat sama triplek tapi masih 1 ruangan. Dan kamar mandinya cuma 1. Alhamdulillah lagi kosong cuma aku seorang. Jadi bisa fokus lah ya, nggak ada suara yang mengganggu.

Daaaaaannn disinilah dimulai kontraksi yang semakin kuat!

Alhamdulillah aku bisa ‘menikmati’nya. Kontraksi itu katanya menyakitkan. Setelah aku merasakannya, menurutku bukan sakit tapi kemeng alias pegal. Mungkin tingkat toleransiku lebih tinggi ya jadi aku bisa bilang gitu. Belum lagi aku sudah baca-baca bidankita.com, jadi paham dan ngerti kalau segala rasa yang aku alami itu untuk kebaikanku dan dd. Jadi aku merasa lebih ikhlas. Tapi selama kontraksi emang Subhanallah perjuangannya Lillahita’ala. Di akhir-akhir sempet kepikiran pengen nyerah emang saking lelahnya menahan rasa kontraksi. Tapi berkat si Koko yang selalu disampingku dan ngajak ngobrol si dd untuk kerjasama, hormon cintaku muncul dan jadi semangat lagi. Bersyukur aku udah briefing si Koko waktu masih hamil kemarin mesti bermanis-manis kata waktu proses kontraksi dan dia ngerti. Waktu jeda kontraksi, aku komunikasikan ke si Koko apa aja yang aku butuhkan saat itu biar lebih nyaman waktu kontraksi datang. Aku butuh untuk diingetin nafas dan minta untuk gosok-gosok punggung bawahku kuat-kuat selama kontraksi, sampai tangannya pegel. Hihi, terluv lah.

Kesalahanku disini adalah nggak ikut senam hamil waktu trimester 3. Padahal ada latihan nafasnya, dan latihan nafas itu PENTING banget. Walaupun nafasku salah, tapi Alhamdulillah aku bisa melaluinya. Selain itu juga sepanjang jeda kontraksi, aku selalu minta minum air isotonik, soalnya saking hausnya tapi pengen yang manis-manis. Kontraksi ini udah kayak olahraga, selain nguras tenaga juga cairan tubuh karena penuh keringat menahan kontraksi. Emang ya olahraga selama hamil itu juga PENTING biar stamina oke. Karena aku minum terus, begitu aku dikasih infus hidrasi, cairannya nggak jalan masuk ke dalam tubuhku doooong. Saking sudah terhidrasinya tubuhku kali ya. Belum lagi selama hamil aku rajin minum air putih juga. Jadi walau air ketubanku udah banyak keluar, perawatnya heran soalnya masih perlu ngeluarin lagi. Hidrasi selama proses melahirkan itu penting juga ya untuk tenaga.

Setelah berjam-jam (yang menurutku lamaaaa banget), akhirnya aku semakin nggak tahan pengen mengejan. Baru deh perawatnya dateng buat ngecek. Perawatnya bilang ke perawat lain kalau pembukaan udah banyak lah. Mereka nggak pakai kata-kata yang orang awam paham soalnya.

Setelah bersiap-siap dengan segala peralatannya, aku disuruh berposisi melahirkan. Dan karena aku nggak tahu, aku ditanyain, “Nggak pernah ikut senam hamil ta?” Langsung agak bete jadinya, emang kesalahanku. Tapi ya nggak usah kayak nyalahin gitu. Belum lagi si Koko ikut nanya dengan nada nyalahin juga. Langsung drop lah hormon cintaku.

Selesai diposisikan, aku disuruh mengejan. Tapi dorongan dari dalam nggak begitu kuat. Disini aku ada pikiran nggak mau mengejan kuat, soalnya bayanganku kayak nggak pengen kayak pup tapi diliatin banyak orang. Mungkin efek ditanyain tadi ya, jadi rasa percayaku sedikit berkurang ke perawatnya. Alhasil kepala si dd sempet masuk lagi.

Dan sekitar jam 11 malam, dokter kandunganku muncul. Langsung bahagia aja bawaannya. Soalnya aku tahu bahwa Beliau esok hari ada jadwal keluar kota dan masih sempet datang buat bantuin aku melahirkan. Jadi rasanya terharu banget. Sempet pasrah sih kalau Beliau nggak bisa bantuin aku dan harus diganti sama dokter lain. Seketika itu kayak ada suntikan tenaga dari dalam. Dengan instruksi Beliau yang penuh kesabaran, menenangkan, mudah dipahami, dan bikin semangat, akhirnya dengan berkali-kali mengejan, lahirlah putri kecilku yang cantik.

Begitu lahir, si dd nggak langsung nangis. Sempet dibersihkan jalan nafasnya baru deh nangis, dan pup-in tangan dokter kandunganku dooong. Ya ampun dek, gini amat kamu ‘nandain’ terima kasihmu ke dokternya. Hehe. Setelah nangis, si dd langsung ditaruh didadaku untuk IMD sambil dibantu untuk keluarin plasentaku, dibersihkan, dan dijahit. Iya, waktu tengah proses mengejan sama dokter kandunganku langsung digunting. Kata orang-orang proses jahit sakit juga. Jadi aku nggak mau fokus ke bawah sana, fokus sama si dd aja. Jadi aku nggak ngerasain sakit sama sekali.

Pertama kali si dd ditaruh di dada tuh rasanya ackward. Udah kayak baru kenalan sama orang baru (emang baru sih, baru lahir kan?). Apalagi aku sebelumnya nggak pernah pegang bayi baru lahir. Walau ponakan udah 3, tapi nggak pernah berani gendong mereka waktu baru lahir. Aku sentuh-sentuh punggung si dd, kepala, rambut, sambil berusaha buat lihat wajahnya. Selama dd di dadaku, dia seperti berusaha bergerak menuju nen. Entah berapa menit IMD, saat si dd hampir berhasil nyampe ke nen, perawat mengambil si dd untuk dibawa ke ruang bayi. Huhu, rasanya sebentar banget.

Selanjutnya si Koko diminta untuk membawa perlengkapan bayi (pakaian, bedong, popok) dan berkas administrasi untuk pengurusan ruang bayi. Sementara aku, ditinggalin dooong.

Waktu kontraksi, Mama, kakak, dan ponakan-ponakanku sempet dateng di luar ruang bersalin. Ya, cukup membuatku semangat. Tapi waktu dokter kandunganku datang, mereka pulang soalnya anak-anak pada ngantuk. Untungnya besok hari libur, makanya anak-anak diajak.

Setelah itu, Mama mertuaku masuk dan bantuin aku untuk membersihkan diri. Walau rasanya gerah banget setelah mandi keringat, tapi aku nggak mandi soalnya tengah malem dan kasihan juga sama Mama mertua yang pasti udah capek juga.

Setelah si Koko selesai dengan urusan ruang bayi, dia balik nemenin aku di ruang bersalin. Setelah nunggu agak lama, kok nggak dipindah-pindah nih ke kamar. Rasanya pengen istirahat di ruang pribadi, soalnya udah ada pasien lain yang lagi nunggu pembukaan juga di kasur sebelah. Akhirnya nanya ke perawat yang jaga ruang bersalin, katanya baru bisa pindah besok pagi gara-gara petugas yang dorong kursi roda udah pulang. Jadi malam itu aku istirahat di ruang bersalin ditemani si Koko. Sedangkan Mama mertua istirahat di mobil. Kasian aja sama si Koko jadi tidur di lantai, padahal dia yang paling sibuk hari itu mondar-mandir. Tapi si Koko selalu bilang kalau itu udah tugasnya dia, dan malah aku yang pasti capek banget.

Yap, malam itu, menjadi malam terakhir yang aku habiskan hanya berdua dengan si Koko. Karena mulai besok, malam kami akan lebih ramai dengan kehadiran si dd. Meski hari telah berganti, kami masih mengobrol, bahagia dan takjub dengan proses melahirkan yang barusan terjadi. Semua terjadi dengan cepat dan selancar itu. Yang sore tadi nggak ada pikiran kalau mau melahirkan hari itu juga, tau-tau udah kempes aja nih perut. Bener-bener proses melahirkan penuh cinta sih menurutku. Saking bahagianya dengan support si Koko, malam itu walau terasa lelah tapi bahagia banget. Aku bersyukur bisa merasakan momen melahirkan penuh cinta ini.

Rasa bahagia masih membuncah dan membuatku nggak ingin memejamkan mata. Tapi melihat si Koko yang lelah, akhirnya aku memutuskan untuk memberinya kesempatan untuk istirahat juga. Kerika sunyi menjadi teman, aku mendengar suara desahan dan rintihan sakit dari kasur sebelah. Alhamdulillah, bumil lain baru masuk ruang bersalin waktu aku tengah mengejan (kata si Koko), jadi nggak terlalu menggangguku. Kalau masuk lebih cepat dan aku dengar ‘keluhannya’, entah gimana jadinya mentalku.

Terima kasih Ya Allah karena mengabulkan keinginanku untuk merasakan melahirkan nyaman. Situasi dan keadaan yang mendukung tidak akan terwujud jika bukan karena-Mu.

Terima kasih tubuhku sudah sekuat itu. Tentu kekuatan tubuh nggak instan karena butuh perjuangan selama hamil.

Terima kasih untuk si dd yang mau untuk kerjasama berjuang mencari jalan lahir, kamu pintar Nak.

Dan terima kasih untuk suamiku yang penuh cinta mendampingiku. I love you!